SISTEM KEMASYARAKATAN, PEMERINTAHAN, FILSAFAT DAN KEPERCAYAAN PADA MASA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
A.
Sistem Kemasyarakatan.
Menurut ajaran Hinduisme di India, dalam
masyarakat terdapat tingkat-tingkat golongan yang bersifat hirachisvertikal. Masing-masing golongan (kasta) satu sama
lain tidak ada hubungan sosial secara demokratis, sehingga
satu sama lain tidak merupaka golongan (kasta) yang menutup diri terhadap yang lainnya. Dengan kata
lain kasta-kasta tidak boleh bergaul dengan kasta lain dibawahnya.
Sistem kasta ini membagi masyarakat dalam
beberapa tingkatan sosial, yakni:
1. Brahmana yang berperan sebagai penasehat raja dan
pendidik agama.
2. Ksatria yang terdiri atas penyelenggara dan penata
pemerintahan serta pembela kerajaan (raja, pembantu raja, tentara).
3. Waisya yang berperan sebagai pedagang, pengrajin,
petani, nelayan, dan pelaku seni.
4. Sudra yang terdiri atas pekerja rendah, buruh, budak,
pembantu.
Sementara itu, dalam kerajaan Buddhis
pengkastaan tak terlalu berperan karena ajaran Buddha tidak mengenal
pengkastaan. Dalam hal ini, masyarakat Buddhis lebih demokratis dan egalitis.
Maka dari itu, sistem feodal lebih berkembang di kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu.
Sistem kasta merupakan penggolongan masyarakat
berdasarkan tingkat atau derajat orang
yang bersangkutan. Setiap orang sudah ditentukan kastanya. Sistem kasta ini
muncul dalam masyarakat Indonesia setelah ada hubungan dengan India. Terdapat
empat kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Weisya dan Sudra.[1]
B.
Sistem Pemerintahan
Pengaruh India di Indonesia
dalam sistem pemerintahan, adalah adanya sistem pemerintahan secara sederhana.
Setelah pengaruh India masuk, kedudukan pemimpin tersebut diubah menjadi raja
serta wilayahnya disebut kerajaan. Rajanya dinobatkan dengan melalui upacara
Abhiseka, biasanya namanya ditambah “warman”. Contoh: di Kerajaan Kutai, Taruma
dan sebagainya.
Bukti
akulturasi di bidang pemerintahan, misalnya : raja harus berwibawa dan
dipandang punya kesaktian (kekuatan gaib), seperti para Raja disembah
menunjukkan adanya pemujaan Dewa Raja.[2]
C.
Filsafat dan sistem kepercayaan
Pada umumnya, filsafat/filosofi merupakan ilmu
pengetahuan yang meningkatkan atau menitik beratkan penjelaskan mengenai segala
gejala phenomena alam semesta (universe) dengan berlandaskan asasi
sebab-musabab mutlak (ultimate causes).
Istilah ‘filosofi’ dalam bahasa Inggris ialah
Philosophy (bahasa perancis = philosophie ; bahasa Latin = philoshophia : kata Yunani : philosophia berasal dari filos (teman) dan
sophos (kebijaksanaan) = kegemaran akan kebijaksanaan (the love or pursuit of
wisdom). Menurut Internasional English Dictionary, kata ‘philosophy’ dapat
diartikan sebagai berikut:
Kegemaran akan kebijaksanaan atau pengetahuan
terutama mengenai akan realitas mutlak atau dengan sebab-musabab umum dan dasar-dasar pokok menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan
W. J. S. Poer wadarminta : falsafat
berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum. Dari pada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.
Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan
Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama
ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan
bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM
sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga
kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen
dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.
Tuhan dalam agama Hindu disebut Brahmana.
Kalimat Brahmana dalam bahasa Hindu lama (sansekerta) yaitu nama bagi Tuhan
yang wujud dengan sendirinya, Maha Esa dan Maha Kuasa yang bersifat azali,
tidak berawal dan tidak berakhir, yang menciptakan dan menjadi asal dari
sekalian alam; Ia tidak dapat diraba dengan pancaindra tetapi hanya diketahui
dengan akal.
Brahmana, itu Tuhan yang tunggsal dalam agama
Hindu. Tetapi beberapa abad di belakang. Penganut agama Hindu telah merobsah kepercayaan
bertuhan satu itu (monotheisme), kepada trimurti atau bertuhan tiga.
Trimurti itu terdiri dari: Brahmana, Wisnu dan
Siwa. Ahli-ahli penyelidik sejarah agama
Hindu banyak ayang berpendapat, bahwa lemungkinana benar agama Hindu ini
asalmya Samawy, agama langit yang berasal dari pengajaran Tuhan Pencipta
semesta alam, melihat ajaranya yang asli kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam
agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam
salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala
yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada
manusia dalam beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan
kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat
Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya.
2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk.
3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuata.
5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia.
Salah satu bentuk penerapan monoteisme Hindu di Indonesia
adalah konsep Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja Brahman
atau "Tuhan Sang Penguasa".
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang
sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala
paham ketuhanan yang pernah ada di dunia. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan,
antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan
ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme
(terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep
lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui.
Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada
umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu
tidak secara menyeluruh.
Sekte (aliran) dalam Hindu Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang
Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi
dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat
ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan
bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan
pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga),
dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan
aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan
Sekte-Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang
menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah
jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali
kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana
menurutnya yang paling baik/ bagus.[3]
Kepercayaan asli bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Percaya adanya
kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Kehidupan roh halus memiliki
kekuatan maka roh nenek moyang dipuja.
Masuknya pengaruh India tidak menyebabkan pemujaan terhadap roh
nenek moyang hilang. Hal ini dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi di
India sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, selain sebagai tempat pemujaan,
candi juga berfungsi sebagai makam raja dan untuk menyimpan abu jenazah raja
yang telah wafat.
Dapat terlihat adanya pripih tempat untuk menyimpan abu jenazah,
dan diatasnya didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa. Hal tersebut
merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan pemujaan roh nenek
moyang di Indonesia.[4]